Rencana adalah suatu arah tindakan yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Dari perencanaan ini akan mengungkapkan tujuan-tujuan keorganisasian dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan guna mencapai tujuan.
Secara alami, perencanaan itu merupakan bagian dari sunnatullah, yaitu dengan melihat bagaimana Allah SWT. Menciptakan alam semesta dengan hal dan perencanaan yang matang disetai dengan tujuan yang jelas. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat Sad : 27
“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduannya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”
Perencanaan (takhthith) merupakan starting point dari aktivitas manajerial. Karena bagaimana sempurnanya suatu aktivitas manajemen tetap membutuhkan sebuah perencanaan. Karena perencanaan merupakan langkah awal bagi sebuah kegiatan dalam bentuk memikirkan hal-hal yang terkait agar memperoleh hasil yang optimal. Alasannya, bahwa tanpa adanya rencana, maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka usaha mencapai tujuan. Jadi, perencanaan memiliki peran yang sangat signifikan, karena ia merupakan dasar titik tolak dari kegiatan pelaksanaan selanjutnya. Oleh karena itu, agar proses dakwah dapat memperoleh hasil yang maksimal, maka perencanaan itu merupakan sebuah keharusan. Segala sesuatu itu membutuhkan rencana, sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad SAW:
“Jika Engkau ingin mengerjakan suatu pekerjaan, maka pikirkanlah akibatnya, maka jika perbuatan tersebut baik, ambillah dan jika perbuatan itu jelek, maka tinggalkanlah.” (HR. Ibnu Mubarak)
Dalam organisasi dakwah, merencanakan di sini menyangkut merumuskan sasaran atau tujuan dari organisasi dakwah tersebut, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan dan menyusun hierarki lengkap rencana-rencana untuk mengitegrasikan dan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan. Pada perencanaan dakwah menyangkut tujuan apa yang harus dikerjakan dan sarana-sarana (bagaimana harus dilakukan).
Secara garis besar perencanaan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu rencana besar (grand planning), dan rencana biasa. Rencana besar adalah rencana menyeluruh dari semua aktivitas yang dilaksanakan.
Planning, sebagai formulasi tindakan untuk masa depan diarahkan pada tujuan yang akan dicapai oleh organisasi. Pada tahapan ini bila tidak ditampilkan sebuah konsisten, maka hasilnya juga akan tindak sesuai dengan keinginannya(das sollen). Dalam bahasa lain, Dean R. Spizer menyebutkan sebagai: “Those who fail to plain, plain to fail” (siapa yang gagal dalam membuat rencana, sesungguhnya ia sedang merencanakan sebuah kegagaln).
Selanjutnya, menurut Henry Fayol, seorang pakar manajemen Amerika, perencanaan adalah semacam prediksi terhadap apa yang akan terjadi pada masa datang di sertai Persiapan untuk menghadapi masa yang akan datang. Sementara itu, James S.F. Store mendenifikasikan “Perencanaan” sebagai “Palanning is the process of setting goals and closing the means to achive those goals”. (Perencanaan adalah sebuah proses untuk menyusun rencana dalam meraih perencanaan tujuan tersebut).
Sedangkan menurut Mary Robins, perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan penentuan sasaran dan tujuan organisasi, menyusun strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan mengembangkan hierarki rencana secara komprehensif untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan kegiatan.
Dari pengertian di atas, perencanaan juga merupakan sebuah proses untuk mengkaji apa yang hendak dikerjakan dimasa yang akan datang. Komponen perencanaan adalah: ide, penentuan aksi, dan waktu. Waktu di sini, bisa dalam jangka pendek (short planning) dan jangka panjang (long planning). Perlu ditegaskan, bahwa perencanaan berbeda dengan perkiraan (forecasting/predistion/projection). Karena sebuah prediksi itu hanya merupakan sebuah ramalan di masa yang akan datang yang sifatnya tidak proaktif.
Perencanaan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah takhthith. Perencanaan dalam dakwah Islam bukan merupakan sesuatu yang baru, akan tetapi aktivitas dakwah di era modern membutuhkan sebuah perencanaan yang baik dan menjadi agenda yang harus dilakukan sebuah melangkah pada jenjang dakwah selanjutnya.
Secara general tugas dari perencanaan yang paling utama dalah menentukan sasaran. Menentukan sasaran yang ingin di capai serta pembagiannya menjadi sasaran-sasaran yang bersifat temporal dan sektoral serta menentukan skala prioritas pelaksanaannya, dengan begitu dapan menjamin secara tertentu atau hal-hal lainnya yang tak kalah pentingnya.
Selanjutnya dari sasaran ini dikelompokkan menjadi sasaran antara dan penentuan skala prioritasnya. Pengelompokan sasaran dan penentuan skala prioritas dapat mewujudkan tujuan yang ingin dicapai secara sistematis, yaitu dengan memerhatikan atau memprioritaskan schedule program yang sudah tetap, sehingga apa yang dinamakan sebuah efisiensi dapat terlaksanakan.
Selanjutnya tugas dari perencanaan lainnya adalah mengkaji kondisi yang berkembang, mengetahui segala potensi yang dimiliki, dan potensi apa saja yang telah terpenuhi, dan yang belum terpenuhi. Mengkaji di sini diartikan sebagai upaya melakukan sebuah kajian terhadap kondisi yang melingkupinya dan berbagai kondisi yang ada. Hal ini akan sangat membantu ketika menentukan program dakwah serta langkah-langkah selanjutnya. Dengan begitu khithah akan berjalan secara waqi’i (realistis) dan praktis, tidak bersifat nazhari (teoretis) yang sulit dalam tataran aplikatif. Dalam pengkajian ini juga tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang dapat memengaruhi dan menentukan sebuah antisipasi dan alternatif yang cocok, sehingga tidak menimbulkan sebuah kemandekan atau kevakuman program.
Konsep tentang perencanaan hendaknya memerhatikan apa yang telah dikerjakan pada masa lalu untuk merencanakan sesuatu pada masa yang akan datang. Sebagaimana tersirat dalam Al-Qur’an surat al-Hasyr: 18
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Konsep ini menjelaskan, bahwa perencanaan yang akan dilakukan haris disesuiakan dengan keadaan situasi dan kondisi pada masa lampau, saat ini, serta prediksi masa depan. Oleh karena itu, untuk melakukan segala prediksi masa depan diperlukan kajian-kajian masa kini. Bahkan begitu pentingnya merencanakan masa depan, maka muncul ilmu yang membahas masa depan yang disebut dengan futuristic.
Oleh karena itu, dalam aktivitas dakwah, perencanaan dakwah bertugas menentukan langkah dan program dalam menentukan setiap sasaran, menentukan sarana-prasarana atau media dakwah, serta personel da’i yang akan diterjunkan. Menentukan materi yang cocok untuk sempurnanya pelaksanaan, membuat asumsi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi yang kadang-kadang dapat memengaruhi cara pelaksanaan program dan cara menghadapinya serta menentukan alternatif-allternatif, yang semua itu merupakan tugas utama dari sebuah perencanaan. Sebuah perencanaan dikatakan baik, jika memenuhi persyaratan berikut :
a. Didasarkan pada sebuah keyakinan bahwa apa yang dilakukan adalah baik. Standar baik dalam Islam adalah yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan as-Sunnah.
b. Dipastikan betul bahwa sesuatu yang dilakukan memiki manfaat. Manfaat ini bukan sekadar untuk orang yang melakukan perencanaan, tetapi juga untuk orang lain, maka perlu memerhatikan asas maslahat untuk umat, terlebih dalam aktivitas dakwah.
c. Didasarkan pada ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan apa yang dilakukan. Untuk merencanakan sebuah kegiatan dakwah, maka seorang da’i harus banyak mendengar, membaca, dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas sehingga dapat melakukan aktivitas dakwah berdasarkan kompetensi ilmunya.
d. Dilakukan studi banding (benchmark). Benchmark adalah melakukan studi terhadap praktik terbaik dari lembaga atau kegiatan dakwah yang sukses menjalankan aktivitasnya.
e. Dipikirkan dan dianalisis prosesnya, dan kelanjutan dari aktivitas yang akan dilaksanakan.
Perencanaan juga merupakan alat manajerial yang bertujuan mewujudkan cita-cita puncak (ghoyah). Ghoyah adalah tercapainya tujuan yang dituntut melalui penggunaan sumber-sumber yang paling baik. Untuk ituu sebelum melakukan sebuah perencanaan dakwah ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Hasil (output) dakwah yang ingin dicapai;
2. Da’i atau para dakwah yang akan menjalankannya;
3. Waktu dan skala prioritas; dan
4. Dana (capital).
Berikut ini adalah unsur-unsur kerangka perencanaan dakwah dalam bentuk langkah dan aktivitas, yaitu :
Ø Dakwah harus memiliki visii, misi dan tujuan utama ke depan.
Ø Mengkaji realitas, dan lingkungan yang meliputi segala aspek yang terkandung di dalamnya.
Ø Menetapkan tujuan yang mungkin dapat direalisasikan, yakni dengan mengikuti metode dakwah yang ada.
Ø Mengusulkan berbagai bentuk wasilah atau sarana dakwah serta menetapkan alternatif pengganti.
Ø Memilih sarana dan metode dakwah yang paling cocok.
Ø Dakwah harus bisa menjawab sasaran dalam hal ini; apa tujuan dakwah? Di mana dakwah itu akan dilaksanakan? Kapan? Dan apa materi yang akan disampaikan?
Setelah beberapa bentuk aktivitas tersebut telah dilaksanakan, maka akan terbentuk unsur-unsur perencanaan yang meliputi:
Ø Sasaran perencanaan.
Ø Waktu atau momen yang dibutuhkan untuk menyusun langkah/strategi dakwah.
Ø Para da’i yang akan diterjunkan sesuai dengan perencanaan tersebut.
Ø Aktivitas atau proses pelaksanaan dakwah.
Ø Aktivitas pengawasan, evaluasi, dan penelitian.
Sementara itu Rosyad Saleh, dalam bukunya manajemen Dakwah Islam menyatakan, bahwa perencanaan dakwah adalah proses pemikiran dan pengambilan keputusan yang matang dan sistematis, mengenai tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam rangka menyelenggarakan dakwah. Menurutnya, aktivitas dakwah akan meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Perkiraan dan perhitungan masa depan.
2. Penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka menentukan tujuan dakwah yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Menetapkan tindakan-tindakan dakwah serta memprioritaskan pada pelaksanaannya.
4. Menetapkan tindakan-tindakan dakwah serta penjadwalan waktu, lokasi, penetapan biaya, fasilitas, serta faktor lainnya.
Dengan perencanaan yang matang, maka kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan ketika dakwah berlangsung dapat diminimalisir. Karena manajemen dakwah yang produktif merupakan prasyarat bagi setiap organisasi dakwah untuk mewujudkan tujuan yang optimal. Dalam kerangka ini, maka perencanaan dakwah yang matang harus memerhatikan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan legitimasi, sehingga aktivitas dakwah dapat berlangsung berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab.
Dalam istilah manajeman, perencanaan memerlukan asas akutantibilitas kinerja pada pelaku dakwah. Asas ini menentukan, bahwa setiap kegiantan operasional organisasi dakwah dan hasil akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun institusional kepada masyarakat. Pada tataran ini, manajer dakwah berkewajiban mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan organisasi secara periodik. Pertanggungjawaban ini merupakan akumulasi dari keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas umum organisasi dakwah dan pengembangannya. Organisasi dakwah harus senantiasa mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumber daya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya berdasarkan perencanaan strategi yang dirumuskan sebelumnya. Pertanggungjawaban ini dimaksudkan:
· Disampaikan kepada manajer dakwah, serta bagian lain.
· Dilakukan melalui sistem, akuntabilitas dan masa pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan secara periodik dan melembaga.
Dari perencanaan-perencanaan tersebut kemudian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa hieraki atau tingkatan yang dapat diidentifikasi berdasarkan cakrawalah perencanaan tiap tingkatan. Tingkatan perencanaan yang umum, meliputi perencanaan strategis, perencanaan taktis, dan perencanaan operasional. Perencanaan strategis merupakan sebuah perencanaan yang berhubungan dengan orientasi jangka panjang. Sementara itu perencanaan taktis, yaitu perencanaan yang berhubungan dengan cakrawala jangka menengah. Sedangkan perencanaan operasional adalah perencanaan yang berhubungan dengan kegiatan yang sedang berlangsung.
Perlu digarisbawahi bahwa terdapat perbedaan yang besar antara perencanaan dakwah dengan perencanaan dalam lembaga-lembaga umum maupun pemerintahan, terutama dalam lapangan kehidupan materi. Karena membuat sebuah perencanaan dalam bidang materi ini akan lebih mudah dan dapat dilihat hasilnya, atau dikalkulasi melalui statistik, baik masa, perkiraan, serta probabilitas lainnya. Sedangkan lapangan dakwah akan terus mengalami perubahan, karena pada umumnya lapangan ini manusia jauh lebih sulit dari pada membangun lembaga atau yayasan.
Dalam konteks perubahan ini, maka dalam lapangan dakwah terdapat sunnah kauniyah yang harus dijadikan sebagai acuan lapangan gerakan. Sebagaimana yang tertuang dalam surat ar-Ra’d : 11
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah (keadaan) satu kaum sehingga mereka mengubah (keadaan) diri mereka sendiri.”
Manfaat Perencanaan
Perencanaan merupakan sebuh proses yang menentukan cara mengimplementasikan sebuah strategi atau melaksanakan sebuah proyek dengan cara yang efektif.
Secara umum, perencanaan membantu untuk menghindari penundaan-penundaan yang disebabkan oleh kegagalan melaksanakan suatu tindakan, dan untuk kembali mengambil langkah tindakan sedini mungkin di atas kegagalan.
Dengan demikian, maka perencanaan merupakan sebuah proses pemantauan kemajuan dalam mengimplementasikan sebuah strategi atau melaksanakan sebih proyek, memudahkan pendelegasian tanggung jawab, dan pengoordinasian, yaitu antara lain :
v Dapat memberikan batasan tujuan (sasaran dan terget dakwah) sehingga mampu mengarahkan para da’i secara tepat dan maksimal.
v Menghindari penggunaan secara sporadis sumber daya insani dan menghindari pula benturan di antara aktivitas dakwah yang tumpah-tindih.
v Dapat melakukan prediksi dan antisipasi mengenai berbagai problema dan merupakan sebuah persiapan dini untuk memecahkan masalah dakwah.
v Merupakan usaha untuk menyiapkan kader da’i dan mengenal fasilitas, potensi, dan kemampuan umat.
v Dapat melakukan pengorganisasian dan penghematan waktu dan pengelolaannya secara baik.
v Menghemat fasilitas dan kemampuan insani serta materiil yang ada.
v Dapat dilakukan pengawasan sesuai dengan ukuran-ukuran objektif dan tertentu.
v Merangkai dan mengurutkan tahapan-tahapan pelaksanaan sehingga akan menghasilkan program yang terpadu dan sempurna.
Dengan perencanaan yang matang, maka dapat memantapkan aktivitas dakwah yang terakomodasi. Perencanaan akan mengurangi ketidakpastian dengan mendorong pada da’i untuk melihat ke depan, mengatisipasi perubahan kondisi umat, mempertimbangkan feedback-nya yang kemudian menyusun tanggapan-tanggapan yang tepat.
Dengan adanya perencanaan diharapkan dapat mengurangi kegiatan-kegiatan dakwah yang tumpah-tindih dan sia-sia. Akhirnya, perencanaan itu menentukan sasaran-sasaran yang digunakan untuk mengendalikan. Dalam perencanaan dakwah, para da’i harus menyusun sasaran-sasaran mad’u yang akan didakwahi.
Sebagai perbandingan, dapat dikajikan sejarah dakwah Rasulullah SAW. Yang sarat dengan perencanaan dan strategi ketika beliau berhijrah. Ketika Rasuluullah SAW. Pergi menemui Abu Bakar Shidiq ra. Untuk merumuskan langkah berhijrah, maka langkah-langkah perencanaan tersebut adalah :
Ø Ali ra. Ditentukan untuk tidur di tempat tidur Rasulullah SAW. Langkah ini dibuat untuk mengaburkan situasi.
Ø Keluar dari kota Mekkah untuk berhijrah dilakukan pada siang hari saat kaum Quraisy sedang tidur siang. Pada saat seperti itu hampir tidak ada orang di kota Mekkah yang berkeliaran.
Ø Memulai keluar untuk berhijrah dari bagian belakang rumah untuk menghindari pengamatan orang-orang.
Ø Arah hijrah adalah arah gua pada suatu jalan yang bukan jalan ke Madinah. Tempat tersebut letaknya dibagian selatan Mekkah, tempat gua Tsur. Itulah guning tinggi yang harus dilalui melalui jalan yang berliku-liku dan sulit dicapai penuh dengan berbatuan.
0 komentar:
Posting Komentar